Posted by PT. Solid Gold Berjangka on Thursday 27 October 2016
Samsung Electronics mengumumkan bahwa keuntungan operasional perusahaan terjun bebas sebanyak 30 persen di kuartal ketiga 2016 jika dibandingkan kuartal yang sama tahun lalu. Belum lama ini muncul laporan yang menyatakan bahwa lebih dari 500 warga Korea Selatan berencana menggugat Samsung di meja pengadilan setelah insiden terbakarnya sejumlah Galaxy Note 7.
Menurut firma hukum Harvest yang mewakili penggugat, cara itu ditempuh lantaran penggugat merasa rugi dalam bentuk uang, waktu, dan psikologis baik dari proses penukaran maupun potensi ledakan yang dapat terjadi kapan saja.
Situs FoxBusiness mewartakan, profit operasional Samsung pada kuartal tiga tahun ini 5,2 triliun won atau setara Rp59 triliun. Cobaan tersebut menjadi akar turunnya profit operasional perusahaan ke angka terendah dalam kurun waktu dua tahun.
Sejak awal, raksasa Korea Selatan itu memperkirakan mampu menghasilkan 7,8 triliun won atau sekitar Rp89 triliun. Sayangnya target tersebut harus terpangkas karena musibah Galaxy Note 7.
Keputusan Samsung mengakhiri Note 7 bermula dari munculnya sejumlah laporan dari berbagai negara mengenai ledakan yang terjadi pada phablet itu. Meski telah ditarik sekali dari pasar dan menggantinya dengan baterai baru, masalah masih terjadi pada beberapa kasus.
Akibat rentetan peristiwa yang berujung penghentian produksi dan penjualan Note 7, Samsung diperkirakan akan menanggung kerugian hingga 41,6 triliun sampai Maret 2017 nanti.
Jumlah penggugat itu adalah gelombang pertama sebelum 300 orang lainnya membuat gugatan serupa terhadap Samsung. Sejak dilanda masalah Galaxy Note 7 yang mengalami insiden meledak dan terbakar, Samsung harus menarik flagship anyarnya itu dari pasar dan menyetop produksi secara permanen.
Menkominfo Minta Aplikasi Logistik Dikembangkan | PT Solid Gold Berjangka Cabang Semarang
Hal inilah yang, menurut dia, dapat menjadi perhatian bagi para pengembang aplikasi. Melalui aplikasi yang tepat, maka biaya logistik dapat diturunkan, berbagai biaya yang tidak perlu dapat dihilangkan baik pungli maupun calo karena transparan.
Ia mengatakan, biaya logistik di Indonesia mencapai 25 persen dari GDP Indonesia. Angka tersebut, lebih tinggi dibandingkan negara-negara maju, bahkan negara tetangga Malaysia yang kini berada di angka belasan persen.
"Kalau negara-negara yang baik itu tidak lebih dari 15 persen, antara 11 sampai 15 persen," kata Rudiantara saat peresmian platform aplikasi untuk logistik, cargo centrals, di Kemenkominfo seperti dikutip dari Antara, Jakarta, Rabu, 26 Oktober 2016.
Rudiantara mengatakan, pemerintah terus berpacu membangun infrastruktur transportasi, baik jalan raya, pelabuhan, bandara, tol laut serta sarana infrastruktur lainnya. Begitu pula dengan upaya pemberantasan pungli di berbagai instansi.
Untuk itu, Rudiantara mengapresiasi adanya aplikasi cargo centrals yang memfokuskan pada masalah logistik. Ia berharap muncul banyak aplikasi terkait hal ini, sehingga logistik menjadi lebih efisien.
Sementara biaya logistik, menurut Rudiantara, terdiri dari tiga komponen, transportasi, inventory atau penyimpanan dan administrasi. Inventory merupakan komponen terbesar dalam sektor logistik. Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo) Rudiantara mendorong pengembangan aplikasi untuk logistik guna meningkatkan efisiensi biaya.